Shutter [U.S. Version] (2008)




Director: Masayuki Ochiai
Casts: Joshua Jackson, Rachael Taylor, Megumi Okina
Country: USA


Shutter melengkapi daftar film-film horor asia yang di-remake Hollywood. Sebut saja The Ring, Ju-on, One Missed call, hingga The Eye, namun sampai saat ini belum nampak satu pun dari hasil pembuatan ulang tersebut yang mampu menandingi film aslinya. Tapi, bagaimanakah dengan Shutter?

Kembali lagi, Hollywood gagal..... Film horor asal Thailand yang booming di tahun 2004 itu, dikemas dalam format yang sedikit berbeda. Cerita yang sedikit di-twist pada bagian awal film sehingga membuat alur cerita terlihat lebih logis. Pengembangan yang sangat menarik, membuat cerita jadi lebih mudah dicerna. Namun, pengembangan itu terhenti di sana saja. Memasuki inti cerita, tidak lagi terlihat keberanian dalam pengembangan cerita, malah bisa dibilang terlalu mirip dengan aslinya. Sayangnya, dalam tindakan ‘menyesuaikan cerita asli’ itu, tidak dilaksanakan secara ‘total’. Ambience dari film aslinya tidak juga turut dituangkan dan membuat Shutter menjadi salah satu wannabe belaka.

Kesamaan jalan cerita, terutama kesamaan di sebagian besar adegan, membuat peononton yang sudah mengenal versi aslinya terkantuk-kantuk, apalagi ditambah dengan tidak berhasilnya Ochiai dalam membangun ambience. Kegagalan dalam penciptaan ambience adalah satu hal yang sangat fatal dalam sebuah film horor. Jelas ini yang saya temukan dalam Shutter. Tidak ada score yang membuat jantung berdetak lebih cepat. Tidak ada adegan yang mampu membuat keringat dingin bercucuran. Hanya pengulangan adegan dari versi asli....secara datar.
Faktor kedua adalah pemeran utamanya. Entah mengapa yang terpilih menjadi sang fotografer adalah sesosok Pacey Witter dari Dawson Creek. Jujur saja, saya tidak berhasil melihat dukungan akting yang tepat dari Joshua Jackson. Tidak terasa kengerian dari ekspresi wajahnya saat bertemu sang hantu. Apalagi Megumi sang hantu pun tidak terlihat menyeramkan. Hanya sesosok wanita jepang berparas cantik mengenakan daster.
Pengulangan cerita. Kegagalan ambience. Kedataran ekspresi. Dan hantu yang terlalu cantik. Jadi apakah kali ini Hollywood berhasil..?

Satu hal yang agak menggelitik perhatian saya adalah, mengapa di hampir seluruh film hasil remake horor Asia, selalu setting dibawa ke Jepang? Dan di satu-dua film hal tersebut malah jadi terlihat terlalu dipaksakan...

No comments:

Post a Comment